Selasa, 04 Desember 2012

Jihad dalam agama Islam


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

            Tema “Jihad dalam Islam” adalah satu diantara beberapa tema yang memiliki tingkat sensitifitas tinggi dan berdampak luas. Sebab, tema ini menyangkut urgensi perlindungan dan pembelaan atas eksistensi umat; materi dan immateri, jengkal tanah dan manusia yang menghuninya, serta berkaitan dengan risalah agama suci yang dengan agama ini para pemeluknya diakui eksistensi dan keberadaannya. 
            Tanpa jihad, umat ini akan menjadi kawasan bebas yang siap dijarah orang – orang serakah, darahnya semurah debu, dan tanah – tanah sucinya lebih hina dari pada seonggok pasir di padang pasir. Dan terakhir, tanpa jihad, Allah akan mencabut rasa takut dari benak musuh – musuh islam.
            Lebih bahaya dan mengenaskan lagi, jika kita telah melihat umat ini telah melalaikan jihad dalam ragam dimensinya; fisik, psikis, pemikiran, dan peradaban, bahkan telah menghapusnya dari program besar keumatan mereka. Dalam kondisi seperti ini, umat akan menjadi santapan lezat yang diserbu ramai – ramai oleh bangsa – bangsa dari segala penjuru dunia. Meski secara kuantitas banyak, namun sayang, kualitas umat rendah. Seperti dalam prediksi Nabi, “Bangsa – bangsa lain hampir berebut menyantap kalian, seperti para pemakan berebut makanan di nampan besar mereka.” Lalu saat ditanya apakah umat islam saat itu jumlahnya sedikit? Nabi menjawab, “Bahkan kalian saat itu jumlahnya banyak. Namun, seperti buih di lautan. Dan sungguh Allah akan mencabut rasa takut dari dada musuh – musuh kalian dan menimpakan “al-wahn”dihati kalian.”  Lalu Nabi menjelaskan, “ Wahn adalah mencintai dunia dan membenci kematian.”[1] (HR.Ahmad dan Abu Dawud).
            Nabi telah menjelaskan bahwa kelemahan umat, pada dasarnya disebabkan oleh factor mental dan moralitas sekaligus. Sementara kejayaan Islam berada di tangan mereka yang berani membeli akhirat dengan meninggalkan kemewahan dunia dan lebih memilih ridha Allah dari pada diri mereka sendiri, serta meyakini bahwa kematian di jalan Allah adalah kehidupan yang sebenarnya. Sehingga nyawa di jalan Allah bagi mereka berharga murah. Diantara mereka adalah Khalid bin al-Walid saat menggertak pasukan Persia maupun Romawi dengan mengatakan “Jika tidak, aku akan menyerbu kalian bersama pasukan yang mencintai kematian seperti kalian mencintai kalian kehidupan!”[2]
            Namun lebih bahaya dari semua fakta diatas, adalah ketika jihad disalah-artikan, diletakkan tidak pada tempatnya, sehingga atas nama jihad banyak darah tak berdosa di halalkan, serta jengkal tanah, harta dan tempat tinggal milik orang tak bersalah dirampas. Lalu akibatnya, islam dan umat Islam dituduh sebagai teroris, umat yang  radikal dan pemilik  ideologi kekerasan.Inilah yang terjadi pasca peristiwa 11 September 2001; Islam menjadi tertuduh pertama sebagai penyebab teror dan kekerasan di dunia.
Selain itu juga, disebabkan karena kurangnya pengetahuan atau pemahaman tentang Islam di antara kaum muslimin dan adanya propaganda-propaganda Barat untuk menyerang Islam, kedua hal tersebut menjadikan kaum muslimin dan orang-orang non muslim saat ini salah memahami konsep Jihad. Jihad yang ditampilkan saat ini diidentikkan dengan orang yang haus darah (blood thirsty people) untuk menyebarkan Islam dengan pedang atau berarti usaha untuk penegakan agama Islam atau sebaliknya jihad adalah suatu konsep untuk membuat suatu bentuk masyarakat yang di dalamnya terdapat bermacam masyarakat. Sayangnya tidak seorang pun dari sekian ide-ide tersebut yang benar dalam realitas jihad secara Islam.
Kedudukan jihad dalam agama sangat penting dan senantiasa tetap terjaga. Jihad fii sabiilillaah tetap ada sampai hari Kiamat.
Dalam beberapa kasus disekitar kita banyak yang masih salah mengartikan tentang jihad, karena banyak sekelompok orang yang melakukan Bom Bunuh Diri yang mengatas namakan Jihad dalam jalan Allah SWT. Padahal  Jihad artinya perjuangan yang sungguh-sungguh di jalan Allah dengan seluruh kemampuan baik dengan harta, jiwa, lisan, mau pun yang lainnya. Jihad terutama ditujukan untuk membela kaum yang tertindas:

$tBur ö/ä3s9 Ÿw tbqè=ÏG»s)è? Îû È@Î6y «!$# tûüÏÿyèôÒtFó¡ßJø9$#ur šÆÏB ÉA%y`Ìh9$# Ïä!$|¡ÏiY9$#ur Èbºt$ø!Èqø9$#ur tûïÏ%©!$# tbqä9qà)tƒ !$oY­/u $oYô_̍÷zr& ô`ÏB ÍnÉ»yd Ïptƒös)ø9$# ÉOÏ9$©à9$# $ygè=÷dr& @yèô_$#ur $uZ©9 `ÏB šRà$©! $|Ï9ur @yèô_$#ur $oY©9 `ÏB šRà$©! #·ŽÅÁtR ÇÐÎÈ  
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan Kami, keluarkanlah Kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah Kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah Kami penolong dari sisi Engkau!".[3]

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini yaitu :
a.       Untuk mengetahui pengertian tentang Jihad terutama dalam pandangan Islam.
b.      Untuk mengetahui Cara & Hukum Jihad.
c.       Untuk mengetahui Macam-macam Jihad
d.      Untuk mengetahui apakah Bom Bunuh Diri termasuk kedalam kategori berjihad.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1  Landasan Teori

Dalam makalah ini kami akan menjelaskan arti jihad dalam pandangan islam. Khususnya pada kasus-kasus yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Apa sajakah yang menjadi dasar-dasar panduan untuk melakukan jihad. Dalam hal ini apa saja yang disebut jihad akan dijelaskan secara terperinci.
Jihad di jalan Allah SWT adakalanya wajib dengan jiwa dan harta sekaligus, yaitu bagi setiap orang yang mampu dari segi harta dan jiwa, terkadang jihad itu wajib dengan jiwa semata (hal ini berlaku) bagi orang yang tidak mempunyai harta dan adakalanya wajib hanya dengan harta tidak dengan jiwanya, yaitu bagi orang yang tidak mampu untuk berjihad dengan badannya namun dia termasuk orang yang mempunyai harta.
Tujuan utama dari Jihad di dalam Islam adalah menghilangkan kekafiran dan kesyirikan, mengeluarkan manusia dari gelapnya kebodohan, membawa mereka kepada cahaya iman dan ilmu, menumpas orang-orang yang memusuhi Islam, menghilangkan fitnah, meninggikan kalimat Allah SWT, menyebarkan agamaNya, serta menyingkirkan setiap orang yang menghalangi tersebarnya dakwah Islam.










BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Jihad

Jihad di jalan Allah SWT adalah mengerahkan segala kemampuan dan tenaga untuk memerangi orang-orang kafir dengan tujuan mengharap ridha Allah SWT dan meninggikan kalimat-Nya.
Yang terpenting jihad adalah amal kebaikan yang Allah syari’atkan dan menjadi sebab kokoh dan kemuliaan umat islam. Sebaliknya (mendapatkan kehinaan) bila umat Islam meninggalkan jihad di jalan Allah, sebagaimana dijelaskan dalam
Dari Ibnu Umar beliau berkata : Aku mendengar Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian telah berjual beli ‘inah, mengambil ekor sapi dan ridho dengan pertanian serta meninggalkan jihad maka Allah akan menimpakan kalian kerendahan (kehinaan). Allah tidak mencabutnya dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud)
Sedangkan Pengertian jihad menurut para ulama seperti Ibnu Qadama Al Maqdisi, Ibnu Taymiyyah dan Ibnu Aabideen: “Perjuangan dengan segenap usaha hanya karena Alloh, dengan jiwa, didukung dengan harta, perkataan, mengumpulkan bantuan para Mujahidin atau dengan cara yang lain untuk membantu perjuangan” (seperti halnya melatih orang). Mereka mengambil dari ayat, “...Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu…..” [4], sebagai keterangan dari pengertian tersebut.
Di samping juga jihad bukanlah perkara mudah bagi jiwa dan memiliki hubungan dengan pertumpahan darah, jiwa dan harta yang menjadi perkara agung dalam Islam sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
“Sesungguhnya darah, kehormatan dan harta kalian diharamkan atas kalian (saling menzholiminya) seperti kesucian hari ini, pada bulan ini dan di negri kalian ini sampai kalian menjumpai Robb kalian. Ketahuilah apakah aku telah menyampaikan ?” Mereka menjawab, “Ya”. Maka beliau pun bersabda, “Ya Allah persaksikanlah, hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena terkadang yang disampaikan lebih mengerti dari yang mendengar langsung. Maka janganlah kalian kembali kufur sepeninggalku, sebagian kalian saling membunuh sebagian lainnya.” (Muttafaqun ‘Alaihi) [3]
Ada tiga pandangan tentang Jihad yang sekaligus mencerminkan ada tiga kelompok Islam yang berbeda : [5]
·         Pertama, Kelompok yang ingin Mematikan Jihad
Mereka ini ingin mengubur jihad jauh di dalam tanah dan menghapusnya dari kehidupan umat. Target dan puncak tertinggi prestasi intelektualnya adalah jika umat hanya hidup dalam ritus ibadah dan amal saleh yang sempit. Bagi mereka, itulah sebenarnya jihad akbar; yaitu jihad memerangi nafsu dan setan.
·         Kedua, Kelompok yang Mengumandangkan Perang Seluruh Dunia
Berlawanan dengan kelompok pertama, kelompok ini memahami jihad hanya satu kata, yaitu Perang kepada semua non muslim, tanpa membedakan kategorinya. Bagi mereka, tak ada perbedaan antara non muslim yang memerangi umat islam, mengahalangi dakwah, dan mengganggu nilai-nilai islam dengan yang bersikap damai, mengulurkan tangan persahabatan dan tidak menunjukkan permusuhan. Kata kunci dalam jihad adalah kafir.
·         Ketiga, Kelompok Moderat
Kelompom ketiga ialah kelompok tengah, moderat atau Al-Ummah Al-Wasath. Allah memberi  mereka petunjuk untuk selalu mengambil posisi di tengah, dengan dasar ilmu, hikmah dan ketajaman mata hati dalam memahami syariat Allah dan realitas sekaligus. Mereka menolak kelompok pertama yang jalannya pikirannya menginginkan agar umat dilepaskan dari kekuatannya , agar Al-Qur’annya dijauhkan dari pedang dan agar negeri-negerinya dibiarkan tanpa pelindung. Demikan pula, tidak seperti kelompok kedua yang ekstrim, yang ingin mengobarkan perang meski kepada non muslim yang telah melakukan perjanjian damai, serta dengan gegabah menghunus pedang kepada siapapun.

3.2 Istilah – Istilah Dasar
            Berikut adalah pengenalan secara singkat dan padat pengertian istilah – istilah penting dalam jihad, seperti Jihad, qital (perang kecil), ‘unf (kekerasan), dan irhab (teror).
·         Jihad
Jihad adalah bentuk mashdar. Berasal dari kata jahada-yujahidu-jihad-mujahadah. Artinya secara bahasa menunjukkan pada sebuah usaha mengerahkan kemampuan, potensi dan kekuatan, atau memikul sesuatu yang berat.
Meski secara umum, orang memahami jihad dalam pengertian perang menolong agama dan membela kehormatan umat; namun sebenarnya, seperti dalam bab – bab berikut Al-Quran dan Sunnah menggunkan kata itu dalam pengertian lebih luas spektrumnya. Ibnul Qayyim dalam Zad Al-Ma’ad membaginya dalam tiga belas tingkat. Ada yang  berbentuk jihad terhadap hawa nafsu dan setan, kerusakan, kemungkaran, kemunafikan, jihad berbentuk dakwah dan penjelasan, kesabaran dan keteguhan atau yang lebih kita kenal dengan jihad sipil. Dan tentu ada yang berupa perang fisik dengan senjata. Namun saying, banyak kalangan ulama Islam yang dengan gegabah, memutus makna jihad dan hanya mendefinisikannya dengan perang saja.
·         Qital
Qital adalah bentuk terakhir jihad, yaitu perang dengan menggunakan pedang atau senjata apapun. Itulah makna umum yang dipahami dari kata jihad, walaupun sebenarnya keduanya tidak tidak mempunyai kesamaan etimologis; qital berasal dari qatala-yuqatilu-qital-muqatalah. Maknanya pun juga berbeda. Qital serumpun dengan kata qatl yang mempunyai arti membunuh, sementara Jihad dari jahada verarti beban berat.Kata qital dengan ragam bentuk turunannya disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 67 kali.
Dan qital tidak akan mempunyai nilai apapun dalam Islam jika di tidak di dalam jalan Allah (sabilillah). Seperti diisyaratkan Al-Qur’an,
tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä tbqè=ÏG»s)ムÎû È@Î6y «!$# ( tûïÏ%©!$#ur (#rãxÿx. tbqè=ÏG»s)ムÎû È@Î6y ÏNqäó»©Ü9$# (#þqè=ÏG»s)sù uä!$uÏ9÷rr& Ç`»sÜø¤±9$# ( ¨bÎ) yøŠx. Ç`»sÜø¤±9$# tb%x. $¸ÿŠÏè|Ê ÇÐÏÈ  
Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena Sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah. (An-Nisa’:76)
Juga dalam hadist Nabi Muhammad As, “Orang yang berperang agar kalimat Allah menjadi tinggi, maka dia berada di jalan Allah.[6] Perang mempertaruhkan nyawa yang sudah lepas dari dorongan “fi sabilillah”, maka sama sekali bukan termasuk jihad. Dalam sebuah hadist shahih disebutkan, bahwa Nabi bersabda, “Jika dua muslim bertemu, masing – masing membawa membawa pedang dan saling bunuh. Maka yang membunuh dan yang dibunuh juga dineraka!” Lalu para sahabat bertanya kepada Nabi, “Bagaimana bisa yang terbunuh juga ikut berdosa?” Nabi menjawab, “Sebab yang terbunuh pun sebelumnya menginginkan dapat membunuh saudaranya itu.”[7]
Kesimpulannya, antara qital dan jihad ada hubungan umum dan khusus; setiap qital yang dilengkapi niat agama disebut jihad,  namun jihad  tidak mesti berupa qital.



·         Al-Harb
Al-Harb adalah pengerahan segala kekuatan, senjata, alat atau sarana apapun yang dilakukan sekelompok orang melawan kelompok lain; bisa antar suku, antar Negara atau antar kelompok Negara.
Dari sini kita bisa membedakan antara jihad dan al-harb atau perang. Jihad adalah sebuah pengertian agama, mempunyai tujuan, motif, cara, aturan dan etika yang berbeda dengan perang. Sedangkan perang hanya ada dalam kasus duniawi. Ia telah ada di masa jahiliyah dan setiap masa, juga terjadi di semua bangsa, pemeluk agama, tak terkecuali umat Islam. Perang terhadap suatu kaum, kelompok, suku, atau Negara, bisa bertujuan untuk menaklukkan, menguasai sumber ekonomi atau memaksanya ikut di bawah kekuasaanya, atau yang lain. Berbeda dengan tujuan jihad, yaitu tegaknya kalimat Allah. Kalimat Allah ialah kebenaran, keadilan, mewujudkan kehormatan, rasa aman dan kemerdekaan kepada seluruh manusia sehingga tidak ada manusia yang menuhankan manusia selain Allah.
·      Al-‘Unf
Al-‘Unf mempunyai arti keras dan kejam, lawan dari lembut dan menyayangi. Kata ini sama sekali tidak terdapat dalam Al-Qura’an.Sementara di hadist Nabi disebut sebagai  sikap yang buruk dan diharuskan untuk ditinggalkan. Rasulullah pernah bersabda, “Allah adalah Tuhan Yang Mahalembut dan mencintai kelembutan. Atas kelembutan, seseorang akan diberi kebaikan yang tidak diberikan atas sikap keras.[8]
·      Al-Irhab
Al-Irhab secara bahasa adalah bentuk mashdar dari Arhaba-Yurhibu-Irhab, mempunyai arti menakut-nakuti. Bentuk tsulatsi, rahaba mempunyai arti takut, lawan katanya adalah amina berati aman. Jadi, al-irhab adalah menciptakan situasi  ketakutan ditengah – ditengah masyarakat sebagai akibat dari sebuah aksi militeristik, baik di lakukan secara individu ataupun berkelompok.
Pengertian ini tidak bisa diterjemahkan untuk  firman Allah,
(#rÏãr&ur Nßgs9 $¨B OçF÷èsÜtGó$# `ÏiB ;o§qè% ÆÏBur ÅÞ$t/Íh È@øyÜø9$# šcqç7Ïdöè? ¾ÏmÎ/ ¨rßtã «!$# öNà2¨rßtãur tûï̍yz#uäur `ÏB óOÎgÏRrߊ Ÿw ãNßgtRqßJn=÷ès? ª!$# öNßgßJn=÷ètƒ 4 $tBur (#qà)ÏÿZè? `ÏB &äóÓx« Îû È@Î6y «!$# ¤$uqムöNä3ös9Î) óOçFRr&ur Ÿw šcqßJn=ôàè? ÇÏÉÈ  
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (Al-Anfal:60)
Al-Irhab dalam ayat ini berbeda, ia bahkan dianjurkan dalam Islam. Sebab, ia adalah akibat dari sebuah langkah yang juga dianjurkan, yaitu menyiapkan segenap potensi, kekuatan, dan persenjataan. Denganitu, musuh tidak akan berani mencoba menyulut api permusuhan dan perang. Al-Irhab dalam pengertian ini tentu dapat diterima oleh semua orang.
Untuk lebih dalam, kita cari padanan kata dalam sumber – sumber Islam, yang lebih dekat dengan Al-Irhab. Kita temukan kata tarwi’ seperti tersebut dalam hadist Nabi, “Tidak halal bagi seorang muslim menakuti (tarwi’) muslim yang lain.”[9]
Jadi kesimpulannya, Al-Irhab, tarwi’ atau menakut – nakuti orang lain pada dasarnya dilarang Nabi. Hal itu diperbolehkan jika memiliki tujuan yang dibenarkan dan dilakukan dengan cara yang juga benar. Jika tujuan benar tapi caranya salah, atau tujuan dan caranya salah, maka dalam pandangan Islam, haram.[10]
3.3 Terorisme
            Bom bunuh diri pertama kali dalam sejarah abad ke-20 dipelopori kelompok Hisbullah. Dari sinilah dimulai babak baru yang dihembuskan (kalangan Amerika Serikat dan sekutunya) sebagai terorisme internasional. Hizbullah mengemas aksi bom bunuh diri itu dengan interprestasi pembelan agama , jihad dan syadid. Dari Hizbullah inilah lahir pengebom-pengebom bunuh diri kelas satu. 
            Dalam sejarah Indonesia, serangan aksi bunuh diri pernah terjadi pada 1900-an saat pasukan Belanda menumpas perlawanan bersenjata ulama Aceh. Belanda menyebutkan Aceh Moord. Yakni bunuh diri ala Aceh. Modusnya, mereka nekat membunuh orang Belanda, walaupun disadari, bahwa dia juga akan mati saat itu.
            Bom bunuh diri paling heroik dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia pada 1945 dilakukan oleh Muhammad Toha di Bandung Selatan dengan meledakkan dirinya di gudang mesiu demi melemahkan kekuatan Belanda. Peristiwa ini yang dikenal dengan “Bandung Lautan Api.”Nasionalisme Dibalut  Agama Masyarakat umum memahami serangan bom bunuh diri sebagai tindakan yang dimotivasi ajaran agama tertentu. Hal ini dapat dimaklumi. Sebab, akhir-akhir ini berita yang berkembang di publik sebagian besar pelaku bom bunuh diri adalah orang Islam. Tetapi kalau dicermati lebih dalam, bom bunuh diri bukanlah tindakan mengatasnamakan agama, tetapi justru disebabkan oleh faktor nasionalisme. Data internasional menyebutkan, bahwa peristiwa bom bunuh diri hingga tahun 2000 menunjukan, urutan pertama dilakukan pasukan Macan Tamil, yang berperang untuk memisahkan diri dari Srilanka. Di urutan kedua kelompok Hamas. Kelompok ini berjuang demi suatu negara Palestina. Tidak berbeda dengan Macan Tamil, nasionalisme menjadi motor utama yang membuat mereka rela mengorbankan jiwanya. Nasionalisme Hamas dibalut dengan unsur jihad dan syahid dalam interpretasi radikal. Hal serupa juga terjadi  di Afhganistan. Nasionalisme tumpah menjadi darah dan diinterpretasikan dari sisi agama , hingga perlawanan berubah menjadi perang melawan kaum kafir.
3.4 Tujuan Jihad

Tujuan utama dari Jihad di dalam Islam adalah menghilangkan kekafiran dan kesyirikan, mengeluarkan manusia dari gelapnya kebodohan, membawa mereka kepada cahaya iman dan ilmu, menumpas orang-orang yang memusuhi Islam, menghilangkan fitnah, meninggikan kalimat Allah SWT, menyebarkan agamaNya, serta menyingkirkan setiap orang yang menghalangi tersebarnya dakwah Islam. Jika tujuan ini dapat dicapai dengan tanpa peperangan, maka tidak diperlukan peperangan. Tidak boleh memerangi orang yang belum pernah mendengar dakwah kecuali setelah mendakwah mereka kepada Islam. (Namun jika dakwah telah disampaikan) dan mereka menolak maka pemimpin Islam harus memerintahkan mereka untuk membayar jizyah, dan jika mereka tetap menolak, maka barulah memerangi mereka dengan memohon pertolongan Allah SWT.
Jika sebelumnya dakwah Islam telah sampai kaum tersebut (dan mereka tetap menolaknya) maka boleh memerangi mereka dari sejak semula, karena Allah SWT menciptakan manusia untuk beribadah kepadaNya. Tidak diizinkan memerangi mereka kecuali bagi mereka yang bersikeras mempertahankan kekafiran, atau berbuat zalim, memusuhi Islam, serta menghalangi manusia untuk memeluk agama ini atau bagi mereka yang menyakiti kaum muslimin. Rasulullah SAW tidak pernah memerangi satu kaumpun kecuali setelah mengajak mereka kepada agama Islam.[11]

3.5 Hukum Jihad
            Jihad dalam agama Islam merupakan kewajiban bagi tiap umat muslim. Hal ini tidak perlu diragukan atau diperdebatkan lagi. Diantara jihad itu ada yang fardhu kifayah dan ada yang fardhu ‘ain. Adapun yang fardhu ‘ain tidak diperselisihkan, yaitu jihad pertahanan dan perlawanan terhadap musuh yang menyerang demi mempertahankan tanah Islam dan penduduk Islam.
            Sesungguhnya jihad yang diperselisihkan oleh para ulama adalah jihad yang fardhu kifayah atau jihad thalabi sebagaimana diistilahkan para ahli fikih.Jika sebagian kaum muslimin telah melakukannya maka gugurlah kewajiban itu bagi sebagian yang lain.
Jihad diwajibkan kepada setiap orang yang mampu berperang dalam beberapa keadaan seperti:
a.       Apabila dirinya telah masuk dalam barisan peperangan.
b.       Jika pemimpin memobilisasi masyarakat secara umum.
c.       Jika suatu negeri/ daerah telah dikepung oleh musuh.
d.      Seperti dokter, pilot, dan yang semisalnya.
       Allah SWT berfirman :
(#rãÏÿR$# $]ù$xÿÅz Zw$s)ÏOur (#rßÎg»y_ur öNà6Ï9ºuqøBr'Î/ öNä3Å¡àÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# 4 öNä3Ï9ºsŒ ׎öyz öNä3©9 bÎ) óOçFZä. šcqßJn=÷ès? ÇÍÊÈ  
“Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
Jihad di jalan Allah SWT adakalanya wajib dengan jiwa dan harta sekaligus, yaitu bagi setiap orang yang mampu dari segi harta dan jiwa, terkadang jihad itu wajib dengan jiwa semata (hal ini berlaku) bagi orang yang tidak mempunyai harta dan adakalanya wajib hanya  dengan harta tidak dengan jiwanya, yaitu bagi orang yang tidak mampu untuk berjihad dengan badannya namun dia termasuk orang yang mempunyai harta.
·         Allah SWT berfirman, 
öNèdqè=ÏG»s%ur 4Ó®Lym Ÿw tbqä3s? ×poY÷FÏù tbqä3tƒur ßûïÏe$!$# ¬! ( ÈbÎ*sù (#öqpktJR$# Ÿxsù tbºurôãã žwÎ) n?tã tûüÏHÍ>»©à9$# ÇÊÒÌÈ    
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim”.(QS. Al-Baqarah: 193)

·         Dari Anas bin Malik as bahwa Rasulullah saw bersabda, "Perangilah kaum musyrik dengan harta, jiwa, dan lisan kalian." (HR. Abu Dawud dan Nasa'i).[12]

3.6  Macam-Macam Jihad
Jihad dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan muatan yang berbeda:
1)      Berdasarkan alat yang dipakai terbagi menjadi tiga bagian; jihad dengan jiwa, harta dan lisan.
2)      Berdasarkan target sasaran jihad terbagi menjadi empat bagian, berjihad melawan hawa nafsu dan setan, melawan orang-orang munafik, dan melawan orang-orang fasik dan dzalim.
a.       Jihad melawan jiwa dan hawa nafsu (Jihad an-nafs): yaitu berjihad melawan hawa nafsu untuk belajar agama, mengamalkan, berdakwah terhadapnya dan bersabar terhadap cobaan yang dihadapinya.
Allah Ta’ala berfirman,
$oYù=yèy_ur öNåk÷]ÏB Zp£Jͬr& šcrßöku $tR͐öDr'Î/ $£Js9 (#rçŽy9|¹ ( (#qçR%Ÿ2ur $uZÏG»tƒ$t«Î/ tbqãZÏ%qãƒ
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar.Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah: 24).
Allah menjelaskan bahwa kepemimpinan agama hanyalah didapatkan dengan kesabaran dan yakin, lalu dengan kesabaran ia menolak syahwat dan keinginan rusak dan dengan yakin ia menolak keraguan dan syubhat.
Jihad memerangi jiwa, sebagaimana sabda nabi shallallahu ‘alaih wa sallam,
“Mujahid adalah orang yang berjihad memerangi jiwanya dalam ketaatan kepada Allah dan Muhajir adalah orang yang berhijrah dari larangan Allah.” (HR. Ahmad 6/21, sanadnya shahih, -ed)
b.      Jihad melawan setan (jihad asy-syaitan): yaitu berjihad untuk melawan apa yang disebarkan oleh syetan berupa keraguan dan syahwat kepada seorang hamba.
Jihad melawan syetan ini hukumnya fardhu ‘ain juga karena berhubungan langsung dengan setiap pribadi manusia, sebagaimana firman Allah,
¨bÎ) z`»sÜø¤±9$# ö/ä3s9 Arßtã çnräσªB$$sù #rßtã 4 $yJ¯RÎ) (#qããôtƒ ¼çmt/÷Ïm (#qçRqä3uÏ9 ô`ÏB É=»ptõ¾r& ÎŽÏè¡¡9$# ÇÏÈ  
“Sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu).” (QS. Fathir: 6)
c.       Jihad melawan orang-orang yang dzalim dan pelaku bid'ah dan kemungkaran, yaitu: berjihad melawan mereka dengan menggunakan tangan (kekuatan) jika mampu, dan jika tidak maka menggunakan lisan atau hati, sesuai dengan kondisi dan maslahat yang terbaik bagi Islam dan kaum muslimin.
d.      Jihad melawan orang kafir dan munafik : yaitu berjihad melawan mereka dengan menggunakan hati, lisan, harta atau jiwa dan inilah yang dimaksud disini (perang melawan orang-orang kafir dan munafik).
Sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu,
“Perangilah kaum musyrikin dengan harta, jiwa dan lisan kalian.” (HR. Abu Daud no. 2504, An Nasai no. 3096 dan Ahmad 3/124. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih, -ed)[13]
Jihad diwajibkan atas :
1.      Setiap muslim.
2.      Baligh.                                                                                         
3.      Berakal.
4.      Merdeka.
5.      Laki-laki.
6.      Mempunyai kemampuan untuk berperang.
7.      Mempunyai harta yang cukup baginya dan keluarganya selama kepergiannya dalam berjihad.
Bagi kaum wanita tidak ada jihad, jihad mereka adalah haji dan ‘umrah. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, ketika beliau bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Wahai Rasulullah, apakah kaum wanita wajib berjihad? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Ya, kaum wanita wajib berjihad (meskipun) tidak ada peperangan di dalamnya, yaitu (ibadah) haji dan ‘umrah.’”
Bila umat Islam meninggalkan jihad di jalan Allah, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang shohih.
Dari Ibnu Umar beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian telah berjual beli ‘inah, mengambil ekor sapi dan ridho dengan pertanian serta meninggalkan jihad maka Allah akan menimpakan kalian kerendahan (kehinaan). Allah tidak mencabutnya dari kalia`n sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud)

3.7 Syarat-Syarat Wajibnya Jihad Bagi Seseorang
            Jihad wajib, baik kifayah atau wajib ain dengan syarat-syarat.
1.      Kemampuan fisik.
Orang yang buta, pincang dan sakit tidak wajib keluar untuk jihad,karena mereka tidak memiliki kemampuan dan dimaafkan.
Allah berfirman,
}§øŠ©9 n?tã 4yJôãF{$# Óltym Ÿwur n?tã ÆltôãF{$# Óltym Ÿwur n?tã Çك̍yJø9$# Óltym 3 `tBur ÆìÏÜム©!$# ¼ã&s!qßuur ã&ù#Åzôム;M»¨Zy_ ̍øgrB `ÏB $ygÏFøtrB ㍻pk÷XF{$# ( `tBur ¤AuqtGtƒ çmö/Éjyèム$¹/#xtã $VJŠÏ9r& ÇÊÐÈ  
“Tiada dosa atas orang-orang yang buta dan atas orang yang pincang dan atas orang yang sakit (apabila tidak ikut berperang). dan Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya; niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan barang siapa yang berpaling niscaya akan diazab-Nya dengan azab yang pedih.” (Al-Fath:17)

2.      Kemampuan Menggunakan Persenjataan.
Barang siapa yang tidak menemukan senjata atau menemukannya, namun tidak terlatih untuk menggunakannya, maka ia tidak diwajibkan berjihad, karena ia tidak dapat mempertahankan dirinya dan lainnya. Kerugiannya lebih banyak dari pada keuntungaanya. Karena itu, ia harus diberi kesempatan yang cukup untuk melakukan pelatihan sampai mencapai tahap jihad itu fardhu ain terhadapnya. Termasuk seperti ini adalah pemenuhan senjata yang dibutuhkan, karena sesuatu yang mana kewajiban tidak dapat sempurna kecuali dengannya adalah wajib.
3.      Mampu Mencapai Negeri Yang Diserang Musuh.
Dalam hal ini harus memiliki kendaraan yang dapat mencapaikannya ke negeri yang diserang,atau memiliki tiket darat, laut, atau udara, atau menemukan orang muslim yang menanggung pemberangkatannya sampai ke medan pertempuran. Hal semacam ini adalah suatu kewajiban bagi umat dengan cara bersolidaritas untuk memenuhinya kepada pasukan Islam.
4.      Tidak Ada Penghalang Untuk Melakukan Jihad.
            Contoh penghalang yang kami maksudkan di sini adalah seseorang dalam penjara, orang yang dibutuhkan kaum muslimin di tempat tinggalnya, misalnya untuk mengobati orang-orang sakit, menjaga keamanan, mengimami shalat, mengajarkan agama kepada mereka, menggerakkan  pabrik-pabrik dan lain sebagainya dari hal-hal yang menjaga eksitensi umat, mengalirkan bantuan kepada para penjuang dengan makanan, pakaian, obat-obatan dan senjata, dan mengamankan orang-orang yang berada di belakang mereka. Istilahnya dalam bahasa sekarang adalah divisi pengamanan dalam.





3.8 Adab Dalam Berjihad

1)    Termasuk adab dalam berjihad adalah : tidak berbuat khianat, tidak membunuh wanita dan anak kecil, orang tua, para pendeta dan rahib (ahli ibadah) yang tidak ikut berperang, akan tetapi jika mereka ikut berperang atau mereka ikut menyusun siasat perang maka mereka boleh dibunuh.
·         Termasuk di antara adab berjihad adalah bersih dari sifat ujub atau takabur, sombong dan riya' serta tidak mengharapkan bertemu dengan musuh dan tidak boleh (menyiksa dengan) membakar manusia atau hewan.
·         Diantaranya juga, mendakwahkan Islam kepada musuh sebelum berperang, jika mereka tidak bersedia, maka mereka disuruh membayar jizyah atau upeti, namun jika menolak maka mereka boleh diperangi.
·         Diantara adab jihad adalah berlaku sabar dan ikhlas serta menjauhi kemaksiatan, banyak berdo'a untuk memperoleh kemenangan dan pertolongan Allah I, diantara do'a tersebut adalah:
 "Ya Allah yang menurunkan Kitab Al-Qur'an, menjalankan awan, serta yang mengalahkan pasukan musuh, kalahkanlah mereka dan tolonglah kami untuk melawan mereka." (Muttafaq 'alaih).
Apabila takut terhadap musuh maka hendaknya berdo'a:
"Ya Allah, sesungguhnya kami menjadikan-Mu di leher-leher mereka dan kami berlindung kepada-Mu dari kejahatan mereka." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)”.

2)      Kewajiban Seorang Pemimpin Dalam Berjihad
Seorang Imam atau yang mewakilinya berkewajiban meneliti pasukan dan perlengkapan senjata mereka saat akan menuju medan perang, menolak orang yang hendak mengacau atau mereka yang tidak layak untuk ikut berjihad, dan tidak boleh meminta bantuan kepada orang kafir dalam berjihad kecuali dalam keadaan darurat. Dia juga berkewajiban menyediakan bekal dan berjalan dengan tenang, mencari tempat bersinggah yang bagus untuk pasukannya dan melarang mereka dari perbuatan kerusakan dan maksiat sebagaimana dianjurkan baginya untuk selalu memberikan nasehat guna menguatkan jiwa para pasukan dan mengingatkan mereka akan keutamaan mati syahid.
Menyuruh mereka untuk bersabar dan mengharapkan pahala dalam berjihad, membagi tugas antara pasukan, menugaskan orang untuk berjaga, menyebarkan mata-mata guna mengintai musuh, dan memberikan tambahan dari rampasan perang kepada sebagian pasukan (yang dianggap lebih berjasa) seperti menambah seperempat bagian ketika berangkat dan sepertiga ketika pulang selain seperlima gonimah (yang merupakan bagian Allah dan RasulNya), serta bermusyawarah dengan para ulama dan cendekiawan dalam masalah ini.
3)      Kewajiban Pasukan                                                              
               Semua pasukan wajib menaati peminpinnya atau yang mewakilinya selagi tidak memerintahkan untuk berbuat kemaksiatan kepada Allah, wajib bersabar bersama mereka dan tidak menyerang musuh kecuali dengan perintah pinpinan, tetapi jika musuh menyerang dengan tiba-tiba maka mereka boleh membela diri. Jika salah seorang dari pasukan musuh mengajak duel satu lawan satu, maka bagi orang yang merasa mampu dan berani disunnahkan atau dianjurkan untuk menerima tantangannya setelah meminta izin kepada pemimpin pasukan. Dan siapa saja yang keluar untuk berjihad di jalan Allah dengan membawa senjata miliknya sendiri kemudian meninggal maka dia mendapatkan dengannya dua pahala.

4)      Jika Seorang Peminpin Ingin Menyerang Suatu Negeri atau Kabilah yang Berada Di Arah Utara misalnya,
                       Maka hendaklah ia berusaha mengelabui musuh sehingga dirinya seakan-akan menyerang dari arah selatan, karena peperangan adalah tipu daya, dan hal ini memiliki dua manfaat:
·         Pertama : Mengurangi jumlah korban nyawa dan harta dari kedua belah pihak, dan hal itu lebih baik.
·         Kedua   :  Menghemat kekuatan kaum muslimin baik dari segi jumlah pasukan maupun perlengkapan perang yang harus dikeluarkan. Diriwayatkan oleh Ka'ab t bahwa jika Rasulullah r ingin melakukan sebuah peperangan, maka beliau berusaha mengelabui musuh (dengan menunjuk) ke arah yang berlainan. (Muttafaq 'alaih)

5)      Waktu berperang
Dari Nu'man bin Mukarrin  berkata: "Aku melihat Rasulullah  jika beliau tidak memulai peperangan di pagi hari maka beliau menundanya hingga tergelincir matahari dan waktu angin berhembus sehingga turunlah kemenangan." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi). Jika musuh menyerang kaum muslimin dengan tiba-tiba maka wajib bagi maum muslimin untuk melawan mereka kapan saja serangan itu datang.

6)      Turunnya pertolongan Allah
Allah telah menjanjikan pertolongan dan kemenangan untuk para walinya, akan tetapi kemenangan ini akan diperoleh setelah memenuhi beberapa syarat, diantaranya:
a.       Sempurnanya iman yang haikiki dalam hati mereka (para mujahidin):
"Dan Kami selalu berkewajiban untuk menolong orang-orang yang beriman."(QS. Ar-Rum: 47).
b.      Memenuhi tuntutan keimanan berupa amal sholeh dalam kehidupan mereka:
"Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan." (QS. Al-Hajj: 40-41).
c.       Mempersiapkan kekuatan perang sesuai dengan kemampuan mereka:
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu…." (QS. Al-Anfal: 60).
d.      Mengerahkan segala kemampuan yang dimiliki dalam medan jihad, Allah berfirman:
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Ankabut: 69).
"Hai orang-orang yang beriman. Apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya[620] agar kamu beruntung. Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al-Anfal: 45 -46).
Dengan demikian maka Allah akan bersama mereka dan pertolongan-Nya akan turun kepada mereka seperti yang telah diturunkan kapada para nabi dan Rasulr sebagaimana hal itu telah terjadi para Rasul r dan para sahabatnya pada peperangan mereka.    
e.       Apabila seorang muslim menegakkan kebenaran karena Allah, niscaya Allah akan mencukupkan segala kebutuhannya sekalipun dimusuhi oleh semua makhluk yang ada di langit dan di bumi. Adapun kegagalan dan musibah yang menimpa mereka tidak lain disebabkan oleh tidak terpenuhinya syarat-syarat ini atau sebagiannya. Siapa saja yang berjuang dalam kebatilan maka dia tidak akan ditolong, dan jika menang maka kemenangan itu tidak akan membawa kebaikan baginya, dia hanyalah kerendahan dan kehinaan.
Dan jika seorang hamba melakukan suatu kebaikan (seperti berjihad) bukan karena Allah, melainkan untuk mengharapkan pujian atau sanjungan dari manusia, maka diapun tidak akan mendapat pertolongan, karena pertolongan Allah hanyalah diberikan kepada orang-orang yang berjihad agar kalimat Allah menjadi yang paling tinggi, dan pertolongan Allah didatangkan sesuai dengan tingkat kesabaran dan kebenaran yang dia milikinya, karena dengan kesabaran itulah dia akan selalu ditolong, dan jika orang yang bersabar tersebut di dalam kebenaran, maka dia akan memperoleh akibat yang baik karenanya, dan jika tidak terpenuhi niscaya dia tidak akan memperolehnya.

7)      Hukum Lari Dari Medan Perang.
Jika peperangan telah berkecamuk dan dua pasukan telah bertemu maka seorang mujahid tidak boleh melarikan diri kecuali dalam dua kondisi yaitu, lari untuk mempersiapkan peperangan kembali atau bergabung ke dalam pasukan kaum muslimin yang lain. Sebagaimana firman Allah SWT:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya." (QS. Al-Anfal: 15-16)



8)      Keutamaan Mati Syahid di Jalan Allah:

Ÿwur ¨ûtù|¡øtrB tûïÏ%©!$# (#qè=ÏFè% Îû È@Î6y «!$# $O?ºuqøBr& 4 ö@t/ íä!$uŠômr& yYÏã óOÎgÎn/u tbqè%yöãƒ ÇÊÏÒÈ  
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.”
Dari Anas r.a dari Nabi SAW :  beliau bersabda, "Tiada seorangpun yang telah masuk surga lalu ingin kembali ke dunia untuk memperoleh sesuatu yang ada di dalamnya kecuali orang yang mati syahid (syuhada). Dia berharap untuk kembali ke dunia sehingga terbunuh kembali (sebagai syahid) sebanyak sepuluh kali, karena apa yang didapakannya dari kemuliaan (bagi para syuhada)." (Muttafaq 'alaihi)”.
Arwahnya para syuhada berada di dalam tembolok-tembolok burung berwarna hijau di dalam sangkar-sangkar yang tergantung di atas Arsy, mereka berterbangan di dalam surga kea rah mana saja mereka inginkan, dan para syuhada diberikan enam kemuliaan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah r, "Sesungguhnya para syuhada mendapatkan enam kemuliaan di sisi Allah: Allah akan mengampuninya pada waktu darahnya keluar pertama kali dari tubuhnya, diperlihatkan untuknya tempat duduknya di surga, diberi hiasan dengan perhiasan iman, dinikahkan dengan tujupuluh dua orang bidadari dari surga, diselamatkan dari siksa kubur, mendapatkan keamanan dari ketakutan yang sangat besar (kegoncangan di padang mahsyar), dipakaikan baginya mahkota kerendahan hati yang sebutir mutiaranya lebih baik dari dunia seisinya, dan diperbolehkan baginya untuk memberikan syafaat bagi tujuhpuluh orang kerabatnya." (HR. Sa'id bin Mansur dan Baihaqi dalam Su'ab al Iman–lihat pula Silsilah Hadits Shohihah No.3213-).
Orang yang terluka dalam berjihad di jalan Allah akan datang pada hari kiamat dengan lukanya yang mengeluarkan darah, namun baunya seharum misk, dan mati syahid di jalan Allah bisa menghapuskan semua dosa-dosa kecuali hutang.
Barangsiapa yang khawatir ditawan oleh musuh karena tidak mampu menghadapi mereka, maka dia boleh menyerahkan diri atau melawan hingga mati atau menang.
Barangsiapa yang memasuki negeri musuh atau menyerang pasukan kafir dengan tujuan menghancurkan mereka dan menimbulkan ketakutan pada hati-hati musuh, terutama orang-orang Yahudi yang melampaui batas, kemudian terbunuh maka ia telah memperoleh pahala para syuhada dan orang-orang yang bersabar dalam berjihad di jalan Allah.

9)      Tawanan Perang Terbagi Menjadi Dua:
1.      Para wanita dan anak kecil, mereka secara otomatis menjadi budak dan hamba sahaya.
2.      Tawanan laki-laki yang ikut berperang, seorang imam dibolehkan memilih antara melepaskan mereka tanpa tebusan atau menuntut tebusan kepada musuh, atau membunuh mereka, atau memperbudak mereka, hal itu tergantung pada maslahat yang terbaik.

3.9 Jihad dan Terorisme
Terorisme tidak bisa dikategorikan sebagai Jihad. Jihad dalam bentuk perang harus jelas pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam peperangan, seperti halnya perang yang dilakukan Nabi Muhammad SAW yang mewakili Madinah melawan Mekkah dan sekutu-sekutunya. Alasan perang tersebut terutama dipicu oleh kezaliman kaum Quraisy yang melanggar hak hidup kaum Muslimin yang berada di Mekkah (termasuk perampasan harta kekayaan kaum Muslimin serta pengusiran).
Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau !".(QS 4:75)
Perang yang mengatasnamakan penegakan Islam namun tidak mengikuti Sunnah Rasul tidak bisa disebut Jihad. Sunnah Rasul untuk penegakkan Islam bermula dari dakwah tanpa kekerasan, hijrah ke wilayah yang aman dan menerima dakwah Rasul, kemudian mengaktualisasikan suatu masyarakat Islami (Ummah) yang bertujuan menegakkan Kekuasaan Allah di muka bumi.
Penentangan teror melalui bunuh diri sudah tergambar dalam sebuah ayat didalam Al-Qur'an dan hadist. Firman Allah dalam surah (An-Nisaa ayat 29),
                                                                                  
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ    
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Dan hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Muhammad bersabda, “Barang siapa yang bunuh diri dengan menggunakan suatu alat/cara di dunia, maka dia akan disiksa dengan cara itu pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia No 3 Tahun 2004 tentang Terorisme memutuskan  bahwa:[14]
Pengertian Terorisme & Perbedaannya dengan Jihad :
1.      Terorisme adalah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat. Terorisme adalah salah satu bentuk kejahatan yang diorganisasi dengan baik (well organized), bersifat trans-nasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime) yang tidak membeda-bedakan sasaran (indiskrimatif).
2.      Jihad mengandung dua pengertian :
a.       Segala usaha dan upaya sekuat tenaga serta kesediaan untuk menanggung kesulitan di dalam memerangi dan menahan agresi musuh dalam segala bentuknya. Jihad dalam pengertian ini juga disebut al-qital atau al-harb.
b.      Segala upaya yang sungguh-sungguh dan berkelan-jutan untuk menjaga dan meninggikan agama Allah (li i’laai kalimatillah).
3.      Perbedaan antara Terorisme dengan Jihad
a.       Terorisme:
1)      Sifatnya merusak (ifsad) dan anarkhis / chaos (faudha).
2)      Tujuannya untuk menciptakan rasa takut dan/atau menghancurkan pihak lain.
3)      Dilakukan tanpa aturan dan sasaran tanpa batas.
b.      Jihad:
1)      Sifatnya melakukan perbaikan (ishlah) sekalipun dengan cara peperangan.
2)      Tujuannya menegakkan agama Allah dan / atau membela hak-hak pihak yang terzhalimi.
3)      Dilakukan dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh syari’at dengan sasaran musuh yang sudah jelas.




BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang ada maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut :
Jihad adalah salah satu syi’ar Islam yang terpenting dan me-rupakan puncak keagungannya. Kedudukan jihad dalam agama sangat penting dan senantiasa tetap terjaga. Jihad fii sabiilillaah tetap ada sampai hari Kiamat.
Karena Jihad di jalan Allah SWT adalah mengerahkan segala kemampuan dan tenaga untuk memerangi orang-orang kafir dengan tujuan mengharap ridha Allah SWT dan meninggikan kalimatNya.
Yang terpenting jihad adalah amal kebaikan yang Allah syari’atkan dan menjadi sebab kokoh dan kemuliaan umat islam. Sebaliknya (mendapatkan kehinaan) bila umat Islam meninggalkan jihad di jalan Allah

4.2 Saran

Jihad tidak dapat lepas dari Hukum Hadist & Sunah-Nya. Maka Laksanakanlah Sunah Rasul ini dengan pengetahuan yang sebenarnya, agar Jihad yang kita amalkan bernilai kebenaran dalam agama yang pastinya akan mendapatkan pahala dari Allah SWT.







DAFTAR PUSTAKA
        

1.      Dr.Yusuf Al-Qaradhawi.2011.ringkasan fiqih jihad.Jakarta.pustaka al-kautsar
























[1]  Hadist ini diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad(22397). Para pentakhrij kitab ini menyebutkan bahwa sand hadist ini tergolong hasan. Hadist ini juga diriwayatkan oleh Abu dawud dalam Al-Malahim(4297), Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Fitan(38402)dalam  bentuk mauquf.

[2] Atsar ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Bu’uts wa As-Saraya(34417), Abu Ya’la dalam Al-Musnad(13/113), Said bin Manshur dalam Rasa ‘il An-Nabi(2/191), semuanya melalui Asy-Sya’bi. Sementara itu dalam Majma’ Az-Zawaid,Al-Haitsami mengatakan bahwa hadist ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la, dan dalam sanadnya terdapat Mujalid. Dia seorang dhaif yang dipercaya(6/325).
[3] QS.An-Nisaa:75
[4] QS.At-Taubah:41
[5] Untuk lebih jauh dapat dilihat dalam karya penulis Ringakasan Fiqih Jihad, hlm 18-28, cet. Ke-1,2011 M, DR.Yusuf Al-Qaradhawi, Jakarta.
[6] HR.Muttafaq ‘Alaih dari Abu Musa.
[7] HR.Muttafaq ‘Alaih dari Abu Bakar.
[8] Hadist ini diriwayatkan oleh Muslim dalam Al-Birr wa Ash-shilah(2593), Ibnu Majah dalam Al-adab(3689), dari Aisyah.
[9] HR.Ahmad dari Abdurrahman bin Abi Laila tentang para sahabat Nabi.
[10] Untuk lebih jauh dapat dilihat dalam karya penulis Ringakasan Fiqih Jihad, hlm 29-35, cet. Ke-1,2011 M, DR.Yusuf Al-Qaradhawi, Jakarta.
[11] www.islamhouse.com
[12] HR.Abu Dawud dan Nasa’i
[13] HR.Abu Daud no.2504, An Nasai no3096 dan Ahmad 3/124. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadist ini shalih, -ed
[14] Dapat dilihat lebih jauh di website resmi milik Fatwa majelis Ulama Indonesia tentang terorisme